Monday, November 28, 2016

Tentang Film Senyap Yang Membuat Gaduh





Setelah scene sesosok orang tua yang menceritakan peristiwa yang cukup sadis namun sambil tertawa dan bernyanyi, scene berganti pada sebuah malam terlihat truk – truk berjalan beriringan dan dalam gelap terlihat samar – samar di pinggirnya pun ada banyak orang yang tidak begitu jelas sedang melakukan apa, namun di scene ini backsoundnya justru seorang nenek renta yang sepertinya merindukan anaknya, anaknya yang tidak pernah pulang, anaknya yang selalu hadir dimimpinya, anaknya yang bernama Ramli.



Saya bernyanyi memanglah sengaja
Buatlah pelipur hatiku yang susah
Apalah guna kubenanglah benang
Jikalah kubenang memutuslah tali
Apalah guna kukenanglah kenang
Jikalah kukenang memutuslah hati


Bercerita tentang seorang penjual kacamata keliling bernama Adi, yang ingin mengetahui kebenaran yang terjadi mengenai kakaknya Ramli, yang sebenernya Adi pun belum pernah bertemu, karena Ramli wafat dua tahun sebelum Adi lahir, Ramli adalah salah satu korban dari peristiwa G30S, yang sayang seribu sayang, Ramli ini sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu apa – apa mengenai komunisme, dan para pembunuh itu pun mengakui bahwa Ramli memang orang baik di Lingkungannya.

Selain itu Adi ingin mengungkap ketidakadilan yang ada dilingkungannya, dimana para pembunuh – pembunuh itu bukannya dihukum, diadili atau paling tidak menyesali perbuatannya di masa lalu, mereka justru berkuasa, berlagak bak pahlawan, mengisi beberapa posisi – posisi penting di pemerintahan, dan memiliki harta yang serba berkecukupan, hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan para korban – korban Genosida ini, sudah dirundung penderitaan dari masa lalu ditambah dengan kehidupan yang serba kekurangan, hidup yang jauh dari kata layak, dan juga masih ada trauma – trauma yang masih menghantui para korban.




Secara garis besar, Joshua Oppenheimer ingin menceritakan mengenai sebuah lingkungan yang dimana hidup para warga korban peristiwa G30S, Dan para pembunuh dan pelaku G30S, bahkan ada pula dimana, korban dan pelaku hidup bersebelahan dan bertetangga, Joshua seperti memecah keheningan yang sudah lama menyelimuti lingkungan tersebut, keheningan yang disebabkan oleh peristiwa di masa lalu, baik para korban maupun pelaku memang banyak yang tidak mau hal – hal terkait G30S ini diungkit kembali,  mereka lebih memilih untuk menjadikan ini sebagai rahasia umum saja, dan mereka memilih hidup berdampingan dalam senyap.

Lalu bagaimana cara Adi mengungkap ketidakadilan yang terjadi pada kakaknya, dengan bantuan Joshua, Adi langsung mengunjungi para pelaku G3OS ini kerumah dan tempat mereka masing – masing, beberapa ada yang langsung ditemui dengan maksud seperti diatas, beberapa lagi didatangi Adi dengan cara menjadikan profesi utamanya sebagai bisa dibilang kedok, ya, sebagai penjual kacamata keliling, Adi mengunjungi para pelaku – pelaku pembunuhan ini, sambil memeriksa mata pelaku, Adi juga mengorek informasi dan menanyakan hal – hal yang berkaitan dengan peristiwa keji dimasa lalu tersebut.

Mulai dari algojo – algojo kelas teri, sampai ketua komando aksi, semua dikunjungi oleh Adi dan dari semuanya pula informasi – informasi dikumpulkan, dan kalau dikerucutkan, para pelaku – pelaku ini tidak ada rasa sesal maupun bersalah sedikitpun, mereka merasa bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang benar, doktrin yang dicekoki oleh orang – orang “penting” terhadap masyarakat sepertinya berhasil, terbukti dari apa yang terjadi, para pembunuh ini beralasan para warga yang terkait PKI dan malah sebagian besar masih berstatus “terduga” dengan kata lain belum tentu terkait, wajib dibunuh karena mereka anti tuhan, pengkhianat dan berbahaya, sehingga harus dibunuh dan darahnya halal untuk diminum, bahkan salah satu pelaku, Inong, berkata, darah para korban memang wajib diminum, karena kalau tidak diminum, para pelaku akan menjadi gila.




Di film ini juga sebenarnya ada beberapa scene yang bisa dibilang scene ringan, semacam penyegaran diantara kisah – kisah keji dan sadis yang ada, seperti ketika bapak ramli menyanyi secara terbata – bata sebuah lagu, lalu ketika bapak Ramli tersesat di rumahnya sendiri, scene ini sebenarnya cukup mengundang tawa, namun dibalik itu ada kisah miris yang mengiringinya, yang membuat kita cukup segan untuk sekedar senyum.

Selain itu ada pula salah satu karakter kesukaan saya, Aisyah namanya, hanya muncul di beberapa scene saja, seorang anak kecil perempuan yang polos dan periang, dia adalah anak dari Adi, tawa dan logat khasnya membuat kita tersenyum dan segar, namun jika dipikir, rasa – rasanya tak tega juga melihat Aisyah yang lucu terselip diantara kisah – kisah horor dan keji yang nyata ini.

Ada satu scene yang cukup menyentuh dari banyaknya scene sejenis di film ini, dalam perjalanan menuju makam Ramli, Ibu Ramli bercerita tentang anaknya yang berteriak saat pulang “mak, mamak!!”, Ibu Ramli itu sudah menunggu lama kepulangan Ramli, setelah Ramli pulang, Ibu Ramli membukakan baju dan celananya yang sudah penuh darah ditambah kondisi badannya yang sudah terkoyak tak berbentuk di beberapa bagian, diobatilah Ramli, diciumilah Ramli, tak lama melepas rindunya yang tertahan lama, ternyata ada beberapa orang yang kembali menjemput Ramli, mereka berkata ingin membawanya ke rumah sakit namun ternyata, dicincanglah Ramli di perjalanan dan mayatnya dibuang diperkebunan kelapa sawit.

Bayangkan seorang ibu yang semalaman menunggu anaknya pulang, ketika sudah pulang, tentu sang ibu bahagia dan hilang lah rasa cemas, namun dengan kondisi badan yang hancur seperti itu, ibu mana yang kuat melihatnya, dirawat, diobati, dicium, belum hilang rasa kangen yang ada, ternyata sang anak sudah dijemput dan diketahui tidak akan kembali untuk selamanya.




Interview yang dilakukan oleh Adi kepada para pembunuh – pembunuh itu memang menjadi inti utama dari film ini, ekspresi Adi ketika bertemu dan berbicara langsung dengan para pelaku ini sepertinya menjadi salah satu modal kuat andalan Joshua dalam film ini, saya menilai ada kesan dramatisir yang dilakukan oleh Adi, dan Joshua pun justru memperkuat hal itu, ini terlihat dari permainan efek kamera yang dilakukannya, kalau kita ingat sinetron – sinetron Indonesia, kurang lebih seperti itu lah caranya, posisi Camera masih normal, Pelaku mendengar hal yang mengejutkan, Pelaku mulai berekspresi detail, Close up secara full.

Tanggapan saya sebagai awam juga menyayangkan beberapa hal dari film ini, selain hal diatas, adapun hal lain seperti pertanyaan – pertanyaan yang diajukan Adi kepada para pelaku, jika diperhatikan pertanyaan – pertanyaan yang Adi ajukan itu sangat intimidatif, hal ini sangat berefek kepada para penonton film ini, dimana ini akan menimbulkan kesan judge yang kuat bahwa para pelaku – pelaku ini adalah orang sadis yang haus darah.

Saya tidak membela maupun membenarkan tindakan para pelaku ini, tapi jika bicara mengenai siapa yang salah, siapa yang benar,siapa yang membunuh, siapa yang korban, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkannya kepada para pelaku – pelaku yang di interview oleh Adi, karena bisa dibilang mereka juga korban dari doktrin – doktrin yang berasal pelaku utama.

Para pelaku melakukan hal – hal ini atas suruhan pihak – pihak tertentu, bukan berasal dari hati mereka sendiri, dengan doktrin yang menyebutkan pihak sana pengkhianat, pihak sana penjahat, siapa yang membunuh penjahat adalah pahlawan, seorang nasionalis pelindung negara, dan sebagainya.




Tidak jauh berbeda dengan kasus – kasus perang, pemenang perang menyebut para pelakunya sebagai pahlawan, dibuat monumennya, dibuat patungnya, tapi akan berbeda jika kita lihat dari sudut pandang korban, atau pihak yang kalah, mereka menyebut para pemenang tadi, tukang jagal, pembunuh, orang sadis yang haus darah.

 Dan sayangnya doktrin itu menjadi kuat dan mudah masuk kemasyarakat karena dilakukan oleh alat – alat pemerintahan di masa itu, propaganda menjadi sangat berhasil karena dilakukan oleh pihak – pihak  pemerintah, bisa dibilang pihak terpercaya.

Inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor yang juga sangat saya sayangkan, Joshua hanya berkutat pada ruang lingkup masyarakat lapangan, padahal pihak – pihak yang bisa dibilang bersalah ada di ruang lingkup yang lebih atas, dan Joshua tidak menyentuh area itu.

Sebagai film dokumenter, Joshua terlalu banyak menaruh bumbu – bumbu yang tidak begitu penting dalam film ini, dengan tujuan memperkuat efek – efek dramatis, dan juga terlalu menyudutkan keluarga “pelaku”, dimana ini menimbulkan prespektif hitam putih yang cukup kuat, namun terlepas dari semua hal yang disebutkan diatas, saya menjadikan Senyap tidak jauh berbeda dengan referensi yang sudah saya baca dan lihat mengenai peristiwa G30S, ya, Senyap hanya media yang berisi mengenai Informasi Genosida di Indonesia pada tahun 1965, jadi boleh dipercaya boleh tidak.

Namun satu yang terpenting adalah, ketika ingin menciptakan satu kesimpulan, kita tidak bisa melihat hanya dari satu sudut pandang saja bukan?










REF PRIBADI | GAMBAR

Republished 100516

Penggunaan gambar semata - mata hanya untuk kepentingan ilustrasi.

0 comments:

Post a Comment

Spotlight

For any interest or something about this blog, just contact me via email. Rizkifoot[at]gmail[dot]com

Most Viewed on Oct '16

Donald Trump Yang Berbahaya

Apakah saya berlebihan jika berkata seperti itu, Donald Trump adalah orang yang liar dan berbahaya, menurut saya sendiri, ketika ...